Selasa, 02 April 2013

yang aku tahu tentang Mas Su'ut


Hari itu seakan seperti hari biasa. Bahkan aku bangun sedikit lebih awal karena ingin nonton sepak bola. Setelah sholat subuh berjama’ah, HP berbunyi, ada sms dari seorang teman, yang isinya,”kakakku kritis di UGD Sardjito, mohon doanya”. Sontak hatiku berdebar, jantung berdegup kencang, aku cuma berpikir apa yang bisa aku lakukan untuknya. Maka kusebar sms tersebut, dengan mengganti kata “kakakku” dengan kata “Mas Su’ut”. Ya, Sutami Budi Fitriawan, warga Padmanaba khususnya sekitar angkatan  59-62 pasti kenal betul dengan beliau, atau bahkan seperti aku, sedikit pun tak lupa dengan wajahnya. Bagaimana tidak, nuansa MOS-PPLB yang sangat dalam terpahat dalam memoriku itu seakan terpanggil kembali ke dunia nyata. Masa ketika aku masih baru saja melangkahkan kaki keluar SMP, lalu menginjakkannya di bumi padmanaba, beliau lah yang menyapa kami. Bersama sadyapaka yang lain, beliau mengajarkan mars dan hymne padmanaba (walopun yang mars padmanaba harus diulang2 kembali karena mereka banyak yang lupa dan banyak versinya :D) + yel2 untuk dilombakan. Eh ternyata menang.

Singkat cerita, beliau juga yang senantiasa membimbingku selepas PPLB berakhir, bukan sebagai guru, atau pengajar, tapi teman, seakan beliau teman satu kelasku. Mas Su’ut, beliau yang mengajariku arti hidup bermanfaat, bagaimana belajar bersyukur, lalu mengamalkannya tanpa menunggu waktu. Aku ingat betul saat beliau silaturahmi ke rumahku, betapa bersyukurnya beliau atas kelulusan SMA dan diterimanya beliau di FK UGM.

Baru sampai situ tiba2 lamunanku buyar, karena sebuah chatting dengan Bob Maulana, yang isinya adalah berita yang paling tak kuharapkan. Sekitar pukul 7.20 kabar itu tersiar, Mas Su’ut sudah tak ada, tak ada lagi di dunia yang fana ini. Aku berusaha untuk tidak percaya, sampai detik itu juga aku masih berdoa semoga beliau diberi kesempatan untuk meraih mimpi2nya, selain karena memang aku belum ingin menangis saat itu. Segera kucek FBnya, namun sudah ada komen dari seorang temannya, yang isinya seputar “selamat jalan...”, “..semoga diterima amalnya”, “aku berdoa...”. Aku masih mencoba menyangkal juga. Kubalas sms dari adiknya tadi, menanyakan langsung. Jantungku semakin berdebar menunggu balasannya. Satu menit, dua menit, tiga menit, ah aku tak tahan. Aku telepon dia. Baru kali ini aku harus percaya, bahwa kematian adalah misteri takdir yang mutlak milik Alloh Azza wa Jalla.

Bendungan air mata yang kokoh kubangun selama ini akhirnya jebol, membanjiri pipi kanan dan kiriku. Memalukan? Yah, bahkan aku sempat malu sendiri. Tapi bukankah pernah ada perkataan bijak,”Ciri orang yang beruntung adalah dia lahir dalam keadaan menangis sementara orang di sekitarnya tersenyum, dan dia mati dalam keadaan  tersenyum sementara orang di sekitarnya menangis”.

Aku tak tahu kondisimu saat meninggal Mas, tapi semoga engkau tersenyum saat meninggalkan dunia ini, seindah senyummu di waktu-waktu yang lalu, tersenyum karena telah mewariskan ilmu dan generasi yang kelak akan memperindah dunia ini.

(mas Su'ut dilingkari merah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar